Pages

Banner 468 x 60px

 

Kamis, 27 Desember 2012

Perjalanan Menuju Kemilau Cahaya

0 komentar

[Rabu, 17 Oktober 2012]

Persiapan mengawali hari telah berlalu hingga detik-detik mendekati pukul 08.00 WIB, Rabu 17 Oktober 2012. Setapak-setapak trotoar yang lengan begitu pasti kulewati dari Ganeca 7 menuju MBA of SBM ITB, Gelap Nyawang 1. Hari itu rasanya ada yang beda, rasanya antara tersenyum dan meringis menahan perih, rasanya antara terharu dan menangis sakit, rasanya antara pingsan dan menerawang kosong. Beda tipis memang, dan hanya mereka-mereka tertentu saja yang tahu. Membayangkan begitu rumit permasalahan yang akan aku hadapi jika aku meneruskan pilihanku di SBM. Ya sudah.....biarkan saja berlalu sejenak.
Tiba-tiba tajam mataku tertuju pada sosok remaja yang sedang menghadap ke badan jalan, sedangkan aku melewatinya di trotoar Gelap Nyawang. Di belakang tepat ia berdiri, kulihat dia berpakaian rapi dengan motif batik dominasi warna merah, dengan rok hitam panjang dan kerudung bercepol sedang. Beberapa langkah masih kuperhatikan dia dari belakang. Corak batiknya bagus, paduan warnanya menyiratkan kata SEMANGAT TINGGI, yang tiba-tiba membuatku lebih optimis untuk melangkah maju, maju untuk berjalan dan maju dalam artian yang lain , memang begitu rumit untuk diceritakan.
Lain daripada itu, bukanlah kebiasaan atau kesenjangan. Bukan pula karena kemampuanku yang kurang baik dalam mengatur waktu, hingga kuraih telepon genggam untuk melihat jam. Wow..dalam hati aku berkata “Pukul 08.00 WIB Tam!!!, kamu belum sampai di ruang seminar MBA”. Muncul sedikit rasa gugup. Teringat itu, bersyukur sekali aku dikaruniai sepasang kaki sehat dan normal yang selalu sensitif jika mendapati kondisi seperti “nyaris telat”. Durasi  langkah perlangkah pun semakin cepat namun tetap mampu ku atur nafas. Tak bisa kupungkiri kalau dari subuh hari, aku selalu mengikuti pembinaan rutin, dilanjutkan dengan merapikan file-file dan harus berinteraksi dengan dunia maya.
Hap. Telah sampai di ruang seminar, kembali kulihat jam, pukul 08.07 WIB. Ihh....aku kalah 7 menit menaklukkan diriku sendiri untuk dapat hadir di ruangan sebelum pukul 08.00 WIB. Kembali aku fokuskan untuk menengok ke dalam ruangan, memencarkan pandangan untuk mencari posisi duduk yang akan aku tuju. Aku melihat di ujung kiri agak depan telah duduk beberapa anak perempuan. Langsung kuhampiri mereka dengan sebelumnya meminta izin untuk bergabung. Aku mulai berkenalan dan mereka adalah Icha, Dwi, Aulia, dan Sulfi. Ketiga diantaranya adalah alumnus Universitas Indonesia sedangkan Dwi alumnus Politeknik Negeri Jakarta.
Tak berapa lama berselang, bertambah satu orang laki-laki sebaya yang bergabung bersama kami dalam formasi tempat duduk dengan meja melingkar, dialah Bubu yang juga alumnus Universitas Indonesia. Sekitar 30 menit kami saling berkenalan dan berbincang-bincang ringan, terlihat seorang operator menyiapkan PC laptop dan mengetes mikrofon. Sepertinya pembukaan acara akan segera dimulai. Benar saja, tak lama berselang setelah persiapan itu, kedepanlah seorang protokoler perempuan yang akan mengawalai acara pembukaan penerimaan mahasiswa baru di hari itu.



Saat sesi sambutan sedang berlangsung, kuperhatikan dengan hikmad masing-masing penyambut. Ucapan selamat datang mereka kepada kami seangkatan serasa salju yang menyejukkan hati. Bayanganku kembali menerawang jauh dengan pertanyaan-pertanyaan “Bagaimana ya masa muda beliau-beliau itu?, Apa yang yang beliau lakukan/perbuat ketika masih berumur seperti saya sekarang, cerita apa yang sudah mereka lalui hingga sekarang berada diposisi sebagai wakil rektor, dekan SBM, penanggung jawab program?”. Sama sekali tak kuketahui jawabannya. Barangkali ini pula jalanku untuk bisa menjadi top leader atau menggantikan posisi mereka di masa mendatang, atau posisi-posisi lain yang lebih tinggi dari pada itu kelak.
Ikhlas, pantang menyerah, dan jujur begitu melekat dalam diriku, kucamkan baik-baik, itulah amanah yang disampaikan oleh beliau-beliau penyambut. Untuk menjadi pengusaha sejati, ketiga hal itulah modal awal yang mutlak untuk dimiliki. “Jika kalian sudah 999 kali gagal, maka teruslah maju karena bisa jadi yang ke-100 adalah keberhasilanmu. Jika kalian ditipu, dibohongi orang lain, maka maafkanlah orang tersebut, anggaplah seperti angin lalu, agar kamu menjadi orang yang lapang.”, kesimpulan yang aku ambil.
Sambutan yang terakhir oleh pak Gatot. Suasana lebih hening lagi. Jlep!!! Melihat beliau aku teringat ketika tes wawancara program ini di LSKK gedung STEI ITB. Beliau lah yang pertanyaannya memberondong, yang sanggahannya begitu pedas, dan yang tatapannya tajam. Ketika itu aku mampu menghadapinya dengan tenang, balik kutatap beliau dengan optimis. Sedikit-sedikit aku tersenyum ketika sedang proses berfikir untuk menjawab pertanyaan beliau, dan ketika agak terlalu lama, beliau mendesak. Waaaa.....rasanya ingin teriak saat wawancara itu.
Satu hal yang paling kuringat dari sambutan pak Gatot adalah “Siapa yang sampai detik ini masih ragu terhadap program ini? Silakan angkat tangan dan mengundurkan diri diawal.” Suasana cukup membuat mendebarkan. Kutengok ke kanan dan ke kiri, tak ada respon dari para peserta mahasiswa baru. Ini berarti kami seangkatan memilih untuk bertahan, terjun di SBM, menyelam maupun berenang hingga ke ujung waktu, yaitu akhir 2013 nanti. Apapun yang akan dihadapi, kisah apapun yang akan diperankan, rintangan apapun yang harus disingkirkan, badai apapun yang harus diterjang, aku berharap Allah SWT. selalu membimbing kami menuju kesuksesan dan selalu memperkuat tekat kami. Aku juga berharap diberi fondasi yang kokoh agar tak mudah diombang-ambingkan oleh lingkungan.
Lanjut di akhir acara, tampaklah seorang bapak yang maju ke depan dan mengambil forum. Bapak Stenlay, beliaulah orangnya. Dengan wajah serius meminta salah 1 mahasiswa baru untuk maju ke depan. Kuberanikan diri untuk mengangkat tangan untuk menjadi volenteer, walaupun sebenarnya mau diapakan juga gak tahu. Namun ternyata aku kurang beruntung karena ada yang lebih cepat mengangkat tangan. Ternyata akupun juga diminta maju ke depan. Sesampainya di depan beliau membisikkan instruksi kepada saya sambil menunjuk-nunjuk gambar 9 titik di papan kertas. Paham, ya aku paham maksudnya, sesi ini adalah sesi permainan dan aku diminta untuk memimpin permainan itu.
Aku langsung memberi instruksi kepada maba, “Ini adalah sesi permainan. Saya minta kalian semua berembuk dengan satu kelompok sesuai dengan kelompok meja kalian. Hubungkanlah 9 titik seperti yang ada di kertas ini hanya dengan 4 garis namun terhubung secara berkesinambungan tanpa putus. Saya beri waktu 5 menit dari sekarang . yang sudah menemukan jawabannya silakan angkat tangan.” Aku mulai berdiskusi dengan teman yang juga ke depan saat itu. Karena kami berdua juga belum tahu jawabannya. Belum sampai kami menemukan jawaban, ternyata ada kelompok lain yang telah lebih dulu mengangkat tangan. Itulah kelompok meja yang kutinggalkan tadi.


Sungguh diluar dugaanku. Hikmah yang aku ambil dipermainan ini adalah keharusan seseorang untuk mampu berfikir kreatif dan keluar dari jalan biasa untuk mampu menemukan solusi. Selalu optimis bahwa manusia diciptakan oleh Allah SWT. lengkap dengan akal, rasa, cipta, dan karsa.hingga muncul pernyataan “Kamu mampu mengubah hal yang tidak mungkin menjadi mungkin, Tam!!!”
[Kamis, 18 Oktober 2012]
                Menginjak hari kedua pembukaan penerimaan maba SBM ini, acara outbound adalah acara inti yang akan memenuhi rangkaiaa hingga hari ketiga. Pukul 06.00 WIB aku berhasil tepat waktu hadir digedung Kresna SBM dengan standardisasi jam di telepon genggamku. Beda ceritanya kalau menggunakan standar waktu pada arloji trainer, maka aku tergolong orang-orang yang terlambat. Master of training, pak Stenlay, memimpin pemanasan dengan gerakan ringan untuk memicu semangat dan kerja otot. Kelompok Matahari, ya...itulah kelompokku untuk outbound selama 2 hari itu. Mereka yang beruntung sekelompok dengan aku adalah Iman, Icha, Dwi, Fauzan, Aulia, dan Yusuf. Maha Suci Tuhanku, Allah SWT. telah mengelompokkan aku dengan orang-orang yang tangguh, optimisme tinggi, dan ulet. Terbukti di awal ketika kekompakan kami diuji dengan menampilkan yel-yel. Inilah lirik lagu yang membuat kami merasa saling memiliki:
(dilantunkan dengan nada lagu Burung Kakatua)
Kami Matahari....(matahari),  Studi di ITB.....(di ITB)
Juga di Seamolec....(di Seamolec),  Kan jadi juragan....


Matahari!!! Ha’ ha’ ha’
                Selajutnya semua maba dikumpulkan karena akan ada presentasi inspirasi dari pak Stanley. Beliau meminta 1 cincin emas yang dimiliki maba. Dan saat itu, cincin milik Dwi dilepas dan diberikan ke pak Stanley. Sambil memegang cincin itu diperhatikan betul-betul oleh Bapak. “Kalian tahu cincin emas ini sekarang harganya berapa?” tanya Bapak. Maba rata-rata menjawab Rp 400.000/gr. Kemudian dilanjutkan dengan sharing sederhana dengan tema cincin. Ya, cincin itu terlihat bagus dan indah setelah pasir yang mengandung bijih-bijih emas disaring, kemudian dibakar, kemudian melewati fase dilelehkan, ditempa dengan sangat keras, dan yang terakhir dicetak. Seperti itulah hakikat manusia untuk mencapai puncaknya.
Presentasi itu setelah berakhir dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan yang menantang untuk dilakukan bersama tim, yaitu berjualan. Panitia membekali tiap kelompok dengan 18 bolpoin dan 4 buku Rupiah Pertama hasil kompilasi anak-anak D4 Animasi dan D1 Fashion FSRD ITB. Waktu yang diberikan kepada kami untuk berjualan adalah pukul 10.00 – 12.00 WIB. Tempat untuk berjualan terserah kesepakatan tim. Segera tim Matahari mengatur strategi berjualan. Tim Matahari saat itu dibagi menjadi 3 kelompok pemasaran. Saya dengan Fauzan mendapatkan area jualan ke arah simpang Dago. Aulia, Dwi, dan Iman ke arah Gerbang depan dan sekitarnya. Dan kelompok terakhir Icha dengan Yusuf mendapat area jualan ke arah Sabuga. Tujuan tim kami dipecah seperti itu untuk memanfaatkan waktu. Dalam 1 waktu tim Matahari bisa paralel 3 penjualan sekaligus di tempat yang berbeda.
Kembali ku menyusuri jalan Tamansari menuju Simpang Dago. Berhenti sejenak melihat kafe di jalan Sumur Bandung. Aku berfikir untuk masuk menawarkan buku dan bolpoin, namun sayang..masih tutup. Jalan kulanjutkan menuju Mc Donald. Target pertama adalah seorang wanita yang menuju parkiran motor. Saya dan Fauzan mulai start up. Barang gagal terjual. Lanjut menawarkan ke polisi yang sejak tadi memperhatikan kami, sama gagalnya. Lanjut masuk ke dalam sebuah salon perawatan kecantikan, sama gagal. Lanjut lagi di parkirannya, terlihat Fauzan sendiri yang menawarkan ke seorang ibu, sama gagal juga. Dengan agak lelah saya dan Fauzan keluar area tersebut dan berniat kembali menyusuri jalan simpang Dago. Sambil menengok kanan dan kiri kami menentukan target. Ya, langsung kami mendekati bapak yang sedang membeli buah potong di depan kantor PLN. Kami berbincang-bincang, tawar-menawar dan akhirnya 1 bolpoin berhasil terjual dengan harga Rp 50.000. kisah inilah yang mengawali kesuksesan-kesuksesan berikutnya.
1.       Seorang perempuan yang terlihat baru makan dan keluar dari Mc Donald. (failed)
2.       Dua polisi yang terlihat intirahat di pos Polisi depan Mc Donald. (failed)
3.       Seorang penjaga salon di depan pasar Simpang. (failed)
4.       Seorang ibu yang terlihat telah berbelanja di salon di atas. (failed)
5.       Bapak yang sedang berbelanja buah potong di depan kantor PLN. (1 bolpoint Rp 50.000)
6.       Pemuda di parkiran Circle K. (failed)
7.       2 bapak di FO Dago. (failed)
8.       Karyawan di Toyota. (failed)
9.       Konsumen di Kedai Timbel Dago . (1 bolpoint Rp 100.000)
10.   Ibu konsumen di FO. (failed)

11.   Konsumen di Warung Pasta. (1 buku Rp 500.000)
12.   Mahasiswa di parkiran Seni Rupa. (failed)
13.   3 Mahasiswa DP di ruang terbuka yang sedang merokok. (failed)
14.   2 teteh di Sabuga. (failed)
15.   Bapak-bapak di Jalan Siliwangi. (failed)
16.   Ibu penjaga di toko perabot Siliwangi. (failed)
17.   Bapak-bapak di toko Daikin Siliwangi. (failed)
18.   5 pengunjung toko buku di jalan Siliwangi. (failed)

[Jumat, 19 Oktober 2012]

                Tetap. Semua mahasiswa dikumpulkan di Kresna pukul 06.00 WIB. Dan satu lagi yang masih tetap, aku telat baik menggunakan standardisasi jamku maupun jam milik pak Stanley. Selain kedua “tetap” tersebut, masih ada 1 “tetap” lagi, yaitu berjualan bolpoint dan buku Rupiah Pertama di hari Jumat tersebut. Beberapa hal yang membedakannya adalah persiapan strategi pemasaran, pembagian kelompok, dan pembagian area tujuan berjualan. Tim kami memiliki target pemasaran ke sekolahan, kantor pemerintah, dan door to door ke rumah warga yang tim kami anggap memiliki strata sosial ekonomi menengah ke atas. Hal tersebut kami putuskan bersama mengingat keberhasilan yang hari Kamis dalam berjualan belum maksimal.
Kalau hari sebelumnya tim Matahari membagi tim menjadi 3 pecahan dengan area berjualan yang berbeda pula, maka hari Jumat tersebut tim Matahari bergerak 1 tim berbarengan menuju SMA Negeri 1 Bandung yang berlokasi di jalan Dago. Aku bersyukur memiliki ketua tim yang bijaksana. Dia meminta izin terlebih dahulu kepada satpam sekolah untuk dapat menemui kepala perpus SMA. Proses demi proses akhirnya tak satupun barang kami laku di sekolah tersebut. Dengan santai aku keluar dari gedung sekolah dan bersama teman-teman tim menuju gedung sekolah tinggi yang berada tepat di depan SMA tersebut. Lobi demi lobi, tawar demi tawar.....akhirnya zong, tak satupun terjual juga.
Dengan 5 anggota tim kembali aku dan tim menyeberang ke arah SMA, tanpa pikir panjang langsung ku menuju parkiran mobil, tengok kanan tengok kiri barang kali ada satpam yang mau menegur. Sip!!!aman, di salah satu mobil ada seorang siswi dengan bapaknya, tanpa berlama-lama kuhampiri beliau dan mulai ku memperkenalkan diri bla..bla...bla... Dapatlah Rp 100.000 dibayar tunai. Tak berselang waktu, tiba-tiba aku dan tim dipanggil satpam, dan benar saja..mendapat teguran untuk tidak mengganggu aktivitas di gedung SMA dan lapangannya. Okelah aku paham. Segera kami keluar dari gerbang, berharap ada orang tua murid yang bisa ditawari buku atau bolpoint. Keberuntungan berada ditanganku, hari ini tepat sekali dengan pengambilan raport murid SMA Negeri 1 Bandung. Namun satu, dua, tiga, empat, lima orang belum tergerak hatinya untuk membeli barang yang mahal ini. Aku tersadar tatkala sendirian. Fauzi dan Dwi menawarkan barang di sekitar trotoar sekolahan, Iman dan Icha terlihat berjalan ke arah Cikapayang barangkali mencari target lain.
Terik terasa merayap di wajah, bulir-bullir keringat keluar tak beraturan. Kuusaplah dengan telapak tanganku, karena memang tak berbekal tisu ataupun lap wajah lainnya. Terlihat banyak pengunjung SMA yang harus parkir mobil ke seberang gedung karena lapangan parkir SMA sudah tidak muat lagi. Tingggg!!!!bagaikan ada nyala lampu di samping kanan otak kanan ku. Terayun ringan kakiku menuju parkiran mobil seberang, satu tangan melambai dan mata tetap fokus untuk

mengamati lintasan jalan raya. Berhenti sejenak untuk menjaga ketenangan diri sebelum menemui calon pembeli yang akan aku hampiri.
“Permisi Mas, maaf saya mengganggu sebentar....bla bla bla..” perkenalanku dengan calon pembeli. Syukurnya beliau cukup antusias ketika aku memancing komunikasi. Justru aku semakin diberondong banyak pertanyaan oleh beliau tentang:
1.       karakteristik produk yang saya tawarkan;
2.       keunggulan produk ini dibanding yang lain;
3.       tujuan berjualan;
4.       harga penawaran;
5.       deskripsi singkat isi buku;
6.       alasan kuliah lagi di SBM;
7.       alasan ber wirausaha dikala lapangan pekerjaan menjamin gaji tinggi terhadap pegawai dari lulusan ITB.

Sekitar 5 sampai 6 menit kami berbincang-bincang, agak mendekati penginterogasian. Dalam hati aku berkata “Wah...salah sasaran, kenapa jadi ditodong pertanyaan begini” sekalian saja kuputar balik menginterogasinya tentang bisnis yang sudah dijalankannya. Awalnya beliau memang sangat tertutup. Namun akhirnya beliau mau juga berbagi ilmu berwirausaha dan waw....luar biasa mendengarnya. Tak berapa lama kemudian beliau mengeluarkan 3 lembar uang seratus ribuan. Dialah Ka’ Rh Liembono.
                Sangat  mengesankan betul waktu 3 hari bersama Seamolec-SBM ITB . Mental ditantang habis-habisan. Rasa malu sudah tak berlaku lagi untuk bisa mencapai target berjualan buku dan bolpoint. Kesabaran diuji, kreatifitas digali dengan mandiri.
Salam Entrepreneur!!!

0 komentar:

Posting Komentar