[Rabu, 17 Oktober
2012]
Persiapan
mengawali hari telah berlalu hingga detik-detik mendekati pukul 08.00 WIB, Rabu
17 Oktober 2012. Setapak-setapak trotoar yang lengan begitu pasti kulewati dari
Ganeca 7 menuju MBA of SBM ITB, Gelap Nyawang 1. Hari itu rasanya ada yang
beda, rasanya antara tersenyum dan meringis menahan perih, rasanya antara
terharu dan menangis sakit, rasanya antara pingsan dan menerawang kosong. Beda
tipis memang, dan hanya mereka-mereka tertentu saja yang tahu. Membayangkan
begitu rumit permasalahan yang akan aku hadapi jika aku meneruskan pilihanku di
SBM. Ya sudah.....biarkan saja berlalu sejenak.
Tiba-tiba
tajam mataku tertuju pada sosok remaja yang sedang menghadap ke badan jalan,
sedangkan aku melewatinya di trotoar Gelap Nyawang. Di belakang tepat ia berdiri,
kulihat dia berpakaian rapi dengan motif batik dominasi warna merah, dengan rok
hitam panjang dan kerudung bercepol sedang. Beberapa langkah masih kuperhatikan
dia dari belakang. Corak batiknya bagus, paduan warnanya menyiratkan kata
SEMANGAT TINGGI, yang tiba-tiba membuatku lebih optimis untuk melangkah maju,
maju untuk berjalan dan maju dalam artian yang lain , memang begitu rumit untuk
diceritakan.
Lain
daripada itu, bukanlah kebiasaan atau kesenjangan. Bukan pula karena
kemampuanku yang kurang baik dalam mengatur waktu, hingga kuraih telepon
genggam untuk melihat jam. Wow..dalam hati aku berkata “Pukul 08.00 WIB Tam!!!,
kamu belum sampai di ruang seminar MBA”. Muncul sedikit rasa gugup. Teringat
itu, bersyukur sekali aku dikaruniai sepasang kaki sehat dan normal yang selalu
sensitif jika mendapati kondisi seperti “nyaris telat”. Durasi langkah perlangkah pun semakin cepat namun
tetap mampu ku atur nafas. Tak bisa kupungkiri kalau dari subuh hari, aku
selalu mengikuti pembinaan rutin, dilanjutkan dengan merapikan file-file dan
harus berinteraksi dengan dunia maya.
Hap.
Telah sampai di ruang seminar, kembali kulihat jam, pukul 08.07 WIB. Ihh....aku
kalah 7 menit menaklukkan diriku sendiri untuk dapat hadir di ruangan sebelum
pukul 08.00 WIB. Kembali aku fokuskan untuk menengok ke dalam ruangan,
memencarkan pandangan untuk mencari posisi duduk yang akan aku tuju. Aku
melihat di ujung kiri agak depan telah duduk beberapa anak perempuan. Langsung
kuhampiri mereka dengan sebelumnya meminta izin untuk bergabung. Aku mulai
berkenalan dan mereka adalah Icha, Dwi, Aulia, dan Sulfi. Ketiga diantaranya
adalah alumnus Universitas Indonesia sedangkan Dwi alumnus Politeknik Negeri
Jakarta.
Tak
berapa lama berselang, bertambah satu orang laki-laki sebaya yang bergabung
bersama kami dalam formasi tempat duduk dengan meja melingkar, dialah Bubu yang
juga alumnus Universitas Indonesia. Sekitar 30 menit kami saling berkenalan dan
berbincang-bincang ringan, terlihat seorang operator menyiapkan PC laptop dan
mengetes mikrofon. Sepertinya pembukaan acara akan segera dimulai. Benar saja,
tak lama berselang setelah persiapan itu, kedepanlah seorang protokoler
perempuan yang akan mengawalai acara pembukaan penerimaan mahasiswa baru di
hari itu.
Saat
sesi sambutan sedang berlangsung, kuperhatikan dengan hikmad masing-masing
penyambut. Ucapan selamat datang mereka kepada kami seangkatan serasa salju
yang menyejukkan hati. Bayanganku kembali menerawang jauh dengan pertanyaan-pertanyaan
“Bagaimana ya masa muda beliau-beliau itu?, Apa yang yang beliau
lakukan/perbuat ketika masih berumur seperti saya sekarang, cerita apa yang
sudah mereka lalui hingga sekarang berada diposisi sebagai wakil rektor, dekan
SBM, penanggung jawab program?”. Sama sekali tak kuketahui jawabannya.
Barangkali ini pula jalanku untuk bisa menjadi top leader atau menggantikan posisi mereka di masa mendatang, atau
posisi-posisi lain yang lebih tinggi dari pada itu kelak.
Ikhlas,
pantang menyerah, dan jujur begitu melekat dalam diriku, kucamkan baik-baik,
itulah amanah yang disampaikan oleh beliau-beliau penyambut. Untuk menjadi
pengusaha sejati, ketiga hal itulah modal awal yang mutlak untuk dimiliki.
“Jika kalian sudah 999 kali gagal, maka teruslah maju karena bisa jadi yang
ke-100 adalah keberhasilanmu. Jika kalian ditipu, dibohongi orang lain, maka
maafkanlah orang tersebut, anggaplah seperti angin lalu, agar kamu menjadi
orang yang lapang.”, kesimpulan yang aku ambil.
Sambutan
yang terakhir oleh pak Gatot. Suasana lebih hening lagi. Jlep!!! Melihat beliau
aku teringat ketika tes wawancara program ini di LSKK gedung STEI ITB. Beliau
lah yang pertanyaannya memberondong, yang sanggahannya begitu pedas, dan yang
tatapannya tajam. Ketika itu aku mampu menghadapinya dengan tenang, balik
kutatap beliau dengan optimis. Sedikit-sedikit aku tersenyum ketika sedang
proses berfikir untuk menjawab pertanyaan beliau, dan ketika agak terlalu lama,
beliau mendesak. Waaaa.....rasanya ingin teriak saat wawancara itu.
Satu
hal yang paling kuringat dari sambutan pak Gatot adalah “Siapa yang sampai
detik ini masih ragu terhadap program ini? Silakan angkat tangan dan
mengundurkan diri diawal.” Suasana cukup membuat mendebarkan. Kutengok ke kanan
dan ke kiri, tak ada respon dari para peserta mahasiswa baru. Ini berarti kami
seangkatan memilih untuk bertahan, terjun di SBM, menyelam maupun berenang
hingga ke ujung waktu, yaitu akhir 2013 nanti. Apapun yang akan dihadapi, kisah
apapun yang akan diperankan, rintangan apapun yang harus disingkirkan, badai
apapun yang harus diterjang, aku berharap Allah SWT. selalu membimbing kami
menuju kesuksesan dan selalu memperkuat tekat kami. Aku juga berharap diberi
fondasi yang kokoh agar tak mudah diombang-ambingkan oleh lingkungan.
Aku langsung memberi instruksi kepada maba, “Ini adalah sesi permainan. Saya minta kalian semua berembuk dengan satu kelompok sesuai dengan kelompok meja kalian. Hubungkanlah 9 titik seperti yang ada di kertas ini hanya dengan 4 garis namun terhubung secara berkesinambungan tanpa putus. Saya beri waktu 5 menit dari sekarang . yang sudah menemukan jawabannya silakan angkat tangan.” Aku mulai berdiskusi dengan teman yang juga ke depan saat itu. Karena kami berdua juga belum tahu jawabannya. Belum sampai kami menemukan jawaban, ternyata ada kelompok lain yang telah lebih dulu mengangkat tangan. Itulah kelompok meja yang kutinggalkan tadi.
Sungguh
diluar dugaanku. Hikmah yang aku ambil dipermainan ini adalah keharusan
seseorang untuk mampu berfikir kreatif dan keluar dari jalan biasa untuk mampu
menemukan solusi. Selalu optimis bahwa manusia diciptakan oleh Allah SWT.
lengkap dengan akal, rasa, cipta, dan karsa.hingga muncul pernyataan “Kamu
mampu mengubah hal yang tidak mungkin menjadi mungkin, Tam!!!”
[Kamis, 18 Oktober
2012]
Menginjak hari kedua pembukaan
penerimaan maba SBM ini, acara outbound
adalah acara inti yang akan memenuhi rangkaiaa hingga hari ketiga. Pukul 06.00
WIB aku berhasil tepat waktu hadir digedung Kresna SBM dengan standardisasi jam
di telepon genggamku. Beda ceritanya kalau menggunakan standar waktu pada
arloji trainer, maka aku tergolong orang-orang yang terlambat. Master of training, pak Stenlay, memimpin
pemanasan dengan gerakan ringan untuk memicu semangat dan kerja otot. Kelompok
Matahari, ya...itulah kelompokku untuk outbound
selama 2 hari itu. Mereka yang beruntung sekelompok dengan aku adalah Iman,
Icha, Dwi, Fauzan, Aulia, dan Yusuf. Maha Suci Tuhanku, Allah SWT. telah
mengelompokkan aku dengan orang-orang yang tangguh, optimisme tinggi, dan ulet.
Terbukti di awal ketika kekompakan kami diuji dengan menampilkan yel-yel.
Inilah lirik lagu yang membuat kami merasa saling memiliki:
(dilantunkan dengan
nada lagu Burung Kakatua)
Kami Matahari....(matahari), Studi di ITB.....(di ITB)
Juga
di Seamolec....(di Seamolec), Kan jadi
juragan....
Matahari!!! Ha’ ha’ ha’
Selajutnya semua maba
dikumpulkan karena akan ada presentasi inspirasi dari pak Stanley. Beliau
meminta 1 cincin emas yang dimiliki maba. Dan saat itu, cincin milik Dwi
dilepas dan diberikan ke pak Stanley. Sambil memegang cincin itu diperhatikan
betul-betul oleh Bapak. “Kalian tahu cincin emas ini sekarang harganya berapa?”
tanya Bapak. Maba rata-rata menjawab Rp 400.000/gr. Kemudian dilanjutkan dengan
sharing sederhana dengan tema cincin.
Ya, cincin itu terlihat bagus dan indah setelah pasir yang mengandung
bijih-bijih emas disaring, kemudian dibakar, kemudian melewati fase dilelehkan,
ditempa dengan sangat keras, dan yang terakhir dicetak. Seperti itulah hakikat
manusia untuk mencapai puncaknya.
Presentasi
itu setelah berakhir dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan yang menantang untuk
dilakukan bersama tim, yaitu berjualan. Panitia membekali tiap kelompok dengan
18 bolpoin dan 4 buku Rupiah Pertama hasil kompilasi anak-anak D4 Animasi dan
D1 Fashion FSRD ITB. Waktu yang diberikan kepada kami untuk berjualan adalah
pukul 10.00 – 12.00 WIB. Tempat untuk berjualan terserah kesepakatan tim.
Segera tim Matahari mengatur strategi berjualan. Tim Matahari saat itu dibagi
menjadi 3 kelompok pemasaran. Saya dengan Fauzan mendapatkan area jualan ke
arah simpang Dago. Aulia, Dwi, dan Iman ke arah Gerbang depan dan sekitarnya.
Dan kelompok terakhir Icha dengan Yusuf mendapat area jualan ke arah Sabuga.
Tujuan tim kami dipecah seperti itu untuk memanfaatkan waktu. Dalam 1 waktu tim
Matahari bisa paralel 3 penjualan sekaligus di tempat yang berbeda.
Kembali
ku menyusuri jalan Tamansari menuju Simpang Dago. Berhenti sejenak melihat kafe
di jalan Sumur Bandung. Aku berfikir untuk masuk menawarkan buku dan bolpoin,
namun sayang..masih tutup. Jalan kulanjutkan menuju Mc Donald. Target pertama
adalah seorang wanita yang menuju parkiran motor. Saya dan Fauzan mulai start up. Barang gagal terjual. Lanjut
menawarkan ke polisi yang sejak tadi memperhatikan kami, sama gagalnya. Lanjut
masuk ke dalam sebuah salon perawatan kecantikan, sama gagal. Lanjut lagi di
parkirannya, terlihat Fauzan sendiri yang menawarkan ke seorang ibu, sama gagal
juga. Dengan agak lelah saya dan Fauzan keluar area tersebut dan berniat
kembali menyusuri jalan simpang Dago. Sambil menengok kanan dan kiri kami menentukan
target. Ya, langsung kami mendekati bapak yang sedang membeli buah potong di
depan kantor PLN. Kami berbincang-bincang, tawar-menawar dan akhirnya 1 bolpoin
berhasil terjual dengan harga Rp 50.000. kisah inilah yang mengawali
kesuksesan-kesuksesan berikutnya.
1.
Seorang perempuan yang terlihat
baru makan dan keluar dari Mc Donald. (failed)
2.
Dua polisi yang terlihat intirahat
di pos Polisi depan Mc Donald. (failed)
3.
Seorang penjaga salon di depan
pasar Simpang. (failed)
4.
Seorang ibu yang terlihat telah
berbelanja di salon di atas. (failed)
5.
Bapak yang sedang berbelanja buah
potong di depan kantor PLN. (1 bolpoint Rp 50.000)
6.
Pemuda di parkiran Circle K. (failed)
7.
2 bapak di FO Dago. (failed)
8.
Karyawan di Toyota. (failed)
9.
Konsumen di Kedai Timbel Dago . (1
bolpoint Rp 100.000)
10.
Ibu konsumen di FO. (failed)
11.
Konsumen di Warung Pasta. (1 buku
Rp 500.000)
12.
Mahasiswa di parkiran Seni Rupa. (failed)
13.
3 Mahasiswa DP di ruang terbuka yang
sedang merokok. (failed)
14.
2 teteh di Sabuga. (failed)
15.
Bapak-bapak di Jalan Siliwangi. (failed)
16.
Ibu penjaga di toko perabot
Siliwangi. (failed)
17.
Bapak-bapak di toko Daikin
Siliwangi. (failed)
18.
5 pengunjung toko buku di jalan
Siliwangi. (failed)
[Jumat, 19 Oktober 2012]
Tetap.
Semua mahasiswa dikumpulkan di Kresna pukul 06.00 WIB. Dan satu lagi yang masih
tetap, aku telat baik menggunakan standardisasi jamku maupun jam milik pak
Stanley. Selain kedua “tetap” tersebut, masih ada 1 “tetap” lagi, yaitu
berjualan bolpoint dan buku Rupiah Pertama di hari Jumat tersebut. Beberapa
hal yang membedakannya adalah persiapan strategi pemasaran, pembagian kelompok,
dan pembagian area tujuan berjualan. Tim kami memiliki target pemasaran ke
sekolahan, kantor pemerintah, dan door to
door ke rumah warga yang tim kami anggap memiliki strata sosial ekonomi
menengah ke atas. Hal tersebut kami putuskan bersama mengingat keberhasilan
yang hari Kamis dalam berjualan belum maksimal.
Kalau hari sebelumnya tim
Matahari membagi tim menjadi 3 pecahan dengan area berjualan yang berbeda pula,
maka hari Jumat tersebut tim Matahari bergerak 1 tim berbarengan menuju SMA
Negeri 1 Bandung yang berlokasi di jalan Dago. Aku bersyukur memiliki ketua tim
yang bijaksana. Dia meminta izin terlebih dahulu kepada satpam sekolah untuk dapat
menemui kepala perpus SMA. Proses demi proses akhirnya tak satupun barang kami
laku di sekolah tersebut. Dengan santai aku keluar dari gedung sekolah dan
bersama teman-teman tim menuju gedung sekolah tinggi yang berada tepat di depan
SMA tersebut. Lobi demi lobi, tawar demi tawar.....akhirnya zong, tak satupun
terjual juga.
Dengan 5 anggota tim
kembali aku dan tim menyeberang ke arah SMA, tanpa pikir panjang langsung ku
menuju parkiran mobil, tengok kanan tengok kiri barang kali ada satpam yang mau
menegur. Sip!!!aman, di salah satu mobil ada seorang siswi dengan bapaknya,
tanpa berlama-lama kuhampiri beliau dan mulai ku memperkenalkan diri
bla..bla...bla... Dapatlah Rp 100.000 dibayar tunai. Tak berselang waktu,
tiba-tiba aku dan tim dipanggil satpam, dan benar saja..mendapat teguran untuk
tidak mengganggu aktivitas di gedung SMA dan lapangannya. Okelah aku paham.
Segera kami keluar dari gerbang, berharap ada orang tua murid yang bisa
ditawari buku atau bolpoint. Keberuntungan berada ditanganku, hari ini tepat
sekali dengan pengambilan raport murid SMA Negeri 1 Bandung. Namun satu, dua,
tiga, empat, lima orang belum tergerak hatinya untuk membeli barang yang mahal
ini. Aku tersadar tatkala sendirian. Fauzi dan Dwi menawarkan barang di sekitar
trotoar sekolahan, Iman dan Icha terlihat berjalan ke arah Cikapayang
barangkali mencari target lain.
Terik terasa merayap di
wajah, bulir-bullir keringat keluar tak beraturan. Kuusaplah dengan telapak
tanganku, karena memang tak berbekal tisu ataupun lap wajah lainnya. Terlihat
banyak pengunjung SMA yang harus parkir mobil ke seberang gedung karena
lapangan parkir SMA sudah tidak muat lagi. Tingggg!!!!bagaikan ada nyala lampu
di samping kanan otak kanan ku. Terayun ringan kakiku menuju parkiran mobil
seberang, satu tangan melambai dan mata tetap fokus untuk
mengamati lintasan jalan raya. Berhenti
sejenak untuk menjaga ketenangan diri sebelum menemui calon pembeli yang akan
aku hampiri.
“Permisi Mas, maaf saya
mengganggu sebentar....bla bla bla..” perkenalanku dengan calon pembeli.
Syukurnya beliau cukup antusias ketika aku memancing komunikasi. Justru aku semakin
diberondong banyak pertanyaan oleh beliau tentang:
1.
karakteristik produk yang saya
tawarkan;
2.
keunggulan produk ini dibanding
yang lain;
3.
tujuan berjualan;
4.
harga penawaran;
5.
deskripsi singkat isi buku;
6.
alasan kuliah lagi di SBM;
7.
alasan ber wirausaha dikala
lapangan pekerjaan menjamin gaji tinggi terhadap pegawai dari lulusan ITB.
Sekitar 5 sampai 6
menit kami berbincang-bincang, agak mendekati penginterogasian. Dalam hati aku
berkata “Wah...salah sasaran, kenapa jadi ditodong pertanyaan begini” sekalian
saja kuputar balik menginterogasinya tentang bisnis yang sudah dijalankannya.
Awalnya beliau memang sangat tertutup. Namun akhirnya beliau mau juga berbagi
ilmu berwirausaha dan waw....luar biasa mendengarnya. Tak berapa lama kemudian
beliau mengeluarkan 3 lembar uang seratus ribuan. Dialah Ka’ Rh Liembono.
Sangat mengesankan betul waktu 3 hari bersama
Seamolec-SBM ITB . Mental ditantang habis-habisan. Rasa malu sudah tak berlaku
lagi untuk bisa mencapai target berjualan buku dan bolpoint. Kesabaran diuji,
kreatifitas digali dengan mandiri.
Salam Entrepreneur!!!
0 komentar:
Posting Komentar